Cerita Fiksi : Laporan Perjalanan Dinas (Bag 4)
Salah satu pengalaman yang tidak dirasakan oleh kebanyakan murid SMA di Pulau Sumatera adalah "Karya Wisata ke Bali". Kalau bagi siswa SMA di Pulau Jawa, sepertinya karya wisata ke Bali adalah hal umum dan menjadi salah satu momen yang akan mereka kenang kembali ketika reuni. Saya adalah salah siswa SMA yang tidak merasakan "Karya Wisata ke Bali".
Sampai umur 25 tahun, saya sama sekali belum pernah menginjakan kaki di Pulau Bali. Pas kuliah alasan belum pernah ke Bali ya jelas karena gak ada duit. Pas udah kerja, gak ke Bali karna gak ada duit juga. 😊
Barulah pada bulan desember di tahun saya menjadi CPNS, saya berkesempatan ke Pulau Bali. Bukan karena sudah ada duit setelah bekerja banting tulang, tapi karena Perjalanan Dinas alias pergi kerja alias dibayarin kantor.
Kalo teman-teman ke Bali naik pesawat Garuda dan lihat bapak-bapak dan pemuda-pemudi lumayan tanggung (tanggung dibilang bapak-bapak) di antrian boarding dengan pakaian batik dan sepatu kinclong, dapat saya pastikan (tingkat keyakinan 50%) mereka adalah abdi negara yang berjuang demi “penyerapan” kantor masing-masing. Dan itulah gambaran saya pertama kali naik pesawat ke Bali. Pakai batik lengan pendek, celana bahan, dan sepatu pantofel yang berdebu. Teman kantor lain saya rata-rata juga dengan business attire sih kalo naik pesawat dinas ke Bali walaupun ada juga yang selalu terlihat modis. Yang pasti kami gak ada yang pakai celana pendek, kemeja hawai, sunglasses sejak di pesawat. Dari pengamatan saya sih, di penerbangan ke Bali, hanya 30 persenan yang pakai business attire, tetap banyakan yang siap langsung hepi-hepi sehabis mendarat di Bali.
Waktu perjalanan dinas pertama ke Bali itu, saya dan rombongan menginap di hotel di dekat Pantai Kuta, jalan 100 meter saja sudah sampai Pantai Kuta. Buat yang rajin perjalanan dinas ke Bali, saya yakin dapat menerka hotel ini dengan tepat. Kebetulan acara yang kami adakan juga di hotel ini.
Kami sampai di hotel sudah menjelang sore, lanjut sedikit urus ini-itu dan cek persiapan acara nantinya. Selesai-selesai ternyata udah mau magrib aja. Berhubung Pantai Kuta katanya bagus pas sunset, saya sempatkanlah ke Pantai Kuta. Tanpa balik ke kamar dan ganti kostum.
Dengan tampilan yang sama waktu naik pesawat tadi, kemeja batik celana bahan sepatu pantofel, plus jauh lebih kucel, sore itu saya jalan kaki sendirian, pelan-pelan menyisiri Pantai Kuta. Kali ini sepatunya saya jinjing biar gak kemasukan pasir.
Selang beberapa menit dari menginjakan kaki di pasir Pantai Kuta, matahari mulai bergerak ke peraduannya dengan meninggalkan cahaya kemerahan yang mempersona. Saya dapat melihat pasangan muda mudi yang duduk bercengkarama menghadap pantai menikmati momen yang memang sangat indah tersebut. Saya baru meyakini alasan orang-orang bulan madu ke Pulau Bali adalah alasan yang logis.
Ah seandainya….
Ketika sudah tidak ada lagi sinar matahari yang tersisa di ujung pandangan di Pantai Kuta, suara dentuman nada bass dari speaker-speaker cafe-cafe jalanan di sekitar pantai kuta mulai terdengar semakin kencang. Sepertinya pesta akan dimulai, artinya saya harus kembali ke hotel dan siap-siap untuk kerja. Kan perjalanan dinas.
Sejak saat itu, saya sudah beberapa kali menginjakan kaki ke Pulau Bali lagi. Rutenya masih tetap sama, Bandara Ngurah Rai - Hotel (entah di Kuta, Nusa Dua, atau dimanapun) - Bandara Ngurah Rai. Semuanya dalam rangka perjalanan dinas. Dan style naik pesawatnya pun tetap sama, batik lengan pendek, celana bahan, dan sepatu pantofel yang berdebu.
Tidak ada komentar: