Energi : Analogi Anak Kandung Anak Tiri
Saya mohon izin memberikan respon dan tanggapan terkait situasi kekinian. Saya rasa penting untuk saya sampaikan dalam forum yang terhormat ini
karena telah beberapa kesempatan pasca tahun baru saya ikut terlibat dalam
perdebatan di media terkait mengenai isu ini. Namun saya memulainya dari membangun sebuah analogi
terlebih dulu pak ini bagus sekali karena nanti ada korelasinya
terhadap kesimpulan atau kesimpulan terakhir.
saya menganalogikan sebuah cerita begini. Saya ini Bapak, saya ini Bapak saya punya dua anak, yang satu anak
kandung satu anak tiri, setiap usaha keluarga usaha saya ini, saya kasih karena
kandung saya rugi terus tetapi setiap usaha sekasih ke anak tiri saya untung. terus ada pertanyaan ssederhana yang mana yang
mau kita pilih tetap kita kasih ke anak kandung dengan konsekuensi rugi terus atau
kita kasih ke anak tiri tapi konsekuensinya untung terus. Idealnya menurut saya
adalah kita kasih ke anak kandung tetapi untung. Itu ideal sekali tetapi hari ini
kita dihadapkan dengan dua pilihan
yang pertama adalah kita kasih ke anak kandung dengan
konsekuensi rugi terus atau kita kasih ke anak tiri dengan konsekuensi untung terus. Kalau tanya ke saya dengan tegas saya katakan, akan saya kasih ke anak tiri.
Karena frasa dalam undang-undang Dasar pasal 33 frasa :dikuasai
negara dengan sepenuhnya diberikan memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya kepada masyarakat" itu bukan pada
diberikan kepada siapa tetapi adalah output hasil akhir dari usaha keluarga itu. Apakah dengan diberikan ke anak kandung atau dengan
diberikan kepada anak tiri yang jadi perdebatan itu bukan diberikan kepada siapa. Yang menjadi perdebatan adalah mana yang lebih bisa memberikan kemanfaatan sebesar-besarnya
buat bangsa dan negara mana yang bisa memberikan sebesar-besarnya sepenuhnya kemanfaatan untuk anak-cucu
kita untuk
garis-garis keturunan kita di seluruh Republik Indonesia.
Ini artinya apabila ada
orang yang mengatakan bahwa dalam setiap usaha negara ataupun bangsa ini kalau harus
memang diberikan kepada BUMN kita dan itu dipastikan dengan dasar nasionalisme, saya
katakan itu..
SESAT
Saya berani tegaskan ini karena ini sudah yang kesekian
kalinya kita terus jatuh dalam lubang yang sama. kita terus Mengulangi kesalahan yang sama. kita selalu berdebat
bahwa seakan-akan saya ini tidak mementingkan kepentingan bangsa negara, pada saat saya mengkritik kebijakan pemerintah bersama-sama
dengan PLN. Seakan-akan bahwa kami ini Pro kepada kepentingan kapitalis. tapi saya bilang
tidak. saya selalu tegaskan kita selalu tegaskan bahwa kalau kita dihadapkan dengan
kepentingan kepastian semuateman-teman dengar komisi 7 ini pasti akan berdiri di garda terdepan untuk mengamankan kebijakan itu.
Tetapi sasa iya sih kita harus mengulangi terus kesalahan yang sama ini.
Kalau tanya
ke saya, Pak
Menteri, Kementerian ESDM itu kesalahannya cuman satu aja, Kementerian
ESDM sebagai Bapak terlalu memanjakan anaknya, siapa anaknya, PLN. PLN
tidak pernah dibuat dalam sebuah ekosistem yang bersaing
secara sehat. PLN dan BUMN kita lainnya tidak pernah dibawa dalam
sebuah ekosistem yang memang betul-betul bisa saling membangun sebuah kompetisi
yang fair di negara sendiri.
Bahwa memang ada privilese betul perlu, tetapi privilege
nggak bisa sepenuhnya 100% kita berikan kepada BUMN akhirnya apa. anatomi badan seluruh isi dalam perusahaan PLN itu ataupun anak negara kita nggak sehat, tidak pernah di exercise tidak pernah dilatih dengan
olahraga-olahraga yang akhirnya menyehatkan tubuhnya.
---------------------
Paragraf diatas adalah kutipan tanggapan Bapak Maman Abdurahman, Anggota DPR Komisi VII dari fraksi Golkar pada Rapat Kerja dengan Menteri ESDM pada 13 Januari 2022. Meski tidak setuju 100% dengan pendapat beliau, saya rasa ide dan analogi beliau sangat tepat pada kondisi saat ini. Memanjakaan anak kandung tanpa olahraga hanya akan menimbulkan obesitas yang berujung pada penyakit lainnya.
Semoga cepat sembuh,
Silakan tonton tanggapan beliau pada youtube berikut.
Tidak ada komentar: