Belajar Dari Sri Lanka : Kalau mau belok, Jangan Langsung Patah
Sebagai orang awam dengan politik internasional, saya yakin untuk setiap isu besar, selalu ada sudut yang tidak kita pahami. Konflik Suriah, Konflik Rusia Ukraina, Konflik China Hongkong adalah contoh isu internasional saat ini yang susah untuk diurai. Kalo isu Palestina sih gampang ya, se simple si ono ingin caplok aja.
Salah satu isu internasional saat ini yang menarik perhatian adalah kekacauan di Sri Lanka. Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa dilaporkan sudah resmi mengundurkan diri dan kabur dari negaranya setelah rakyat Sri Lanka sendiri menduduki istana sang presiden. Ulasan kenapa rakyat Sri Lanka mengamuk sudah banyak diceritakan oleh berbagai media nasional. Singkatnya karena ekonomi negara mereka hancur, tidak ada bahan bakar dan bahan makanan bagi rakyat karena negara tidak dapat membelinya dari luar negeri. Mereka mengandalkan sektor pariwisata sebagai pendulang devisa untuk dipakai belanja lagi. Covid 19 mengamuk, pariwisata mereka hancur, mereka tidak punya uang untuk beli, rakyat sengsara, rakyat mengamuk. Sederhananya gitu. Namun pastinya jauh lebih kompleks.
Namun dalam beberapa artikel internasional, ada yang membahas akar masalah yang jadi penyebab kesemeranaan rakyat Sri Lanka tersebut. Kalo bolen saya interpretasikan, salah satu akar masalah tersebut adalah "perubahan radikal yang mendadak".
Diberitakan secara ringkas oleh Emmet Penney di gridbrief.com, bahwa sejak 2016 yang lalu, pemerintah Sri Lanka mulai berubah lebih mencintai bumi. Salah dua caranya adalah berhenti pakai pupuk kimia lalu beralih ke pupuk alami untuk produksi jagung, serta berfokus pada pariwisata high-end saja. Pandemi membuat pariwisata high-end mereka colaps dan pupuk alami ternyata malah membuat gagal panen besar-besaran. Hancurlah ekonomi mereka dan rakyat menjadi korban.
Dalam artikel tersebut, Emmet menyampaikan bahwa perubahan besar untuk stop pupuk kimia oleh presiden Gotabaya karena beliau mendapat masukan dari aktivis India, Dr Vandana Shiva. Disebutkan juga bahwa NGO Dr Shiva sebenarnya terafiliasi dengan organisasi yang memiliki track record kurang baik.
Sebagai orang awam, sekilas saya melihat dua kebijakan presiden Rajapaksa sebenarnya sangat pro dengan pembangunan berkelanjutan yang tentunya berkontribusi positif terhadap perang melawan krisis iklim. Pupuk alami jelas lebih tidak merusak dari pada pupuk kimia. Pariwisata high-end jelas akan lebih bertanggung jawab. Namun jika kita lihat kedalam, dua niat baik tersebut tidak terencana dengan baik dan tereksekusi dengan tidak kalah buruk. Penggunaan pupuk alami dipaksa langsung 100% sehingga ketika gagal maka tidak ada yang menopang. Wisata high-end juga ternyata hanya menggapai wisatawan mancanegara yang sangat mudah berubah haluan.
Ada beberapa pelajaran dari salah kaprah Sri Lanka yang patut kita catat dan jangan sampai terjadi di negara kita. Pertama, berbelok ke arah lebih baik untuk bumi jelas menjadi keharusan, tapi beloknya jangan langsung patah, karena yang dipertaruhkan adalah hajat hidup orang banyak. Kata kuncinya adalah transisi. Dan untungnya, pemerintah kita cukup aware dengan hal ini. Negara kita merancang transisi energi ke energi bersih dengan sangat hati-hati. Pelajaran kedua adalah jangan dengar mentah-mentah masukan dari ahli luar negeri. Masukan baik tersebut harus ditimbang dan ditelaah dalam dalam. Kita tidak tau apa yang ada dibalik maksud baik. Pelajaran ketiga yang untungnya masih diterapkan dengan baik di negara kita adalah jangan menggantungkan ekonomi dengan aliran dari luar negeri. Alhamdullillah dua krisis ekonomi global terakhir tidak berdampak terlalu parah di Indonesia karena produksi dan belanja dalam negeri kita cukup kuat.
Yang terjadi di Sri Lanka saat ini sangatlah mengerikan. Jika diulur kebawah lagi, penyebab utama kesemrawutan tersebut hanyalah sarah urus negara. Semoga Allah Azza Wajalla melindungi negara kita, menuntun pemimpin kita, dan menyelamatkan kita.
Aamiiin.
Sumber: https://media-en.almayadeen.net/archive/image/2022/7/10/2fb8ad2a-c9d2-4e06-a48d-163b1250a022.jpeg |
Tidak ada komentar: