Sotoy Review : Teruslah Bodoh Jangan Pintar oleh Tere Liye

Mei 23, 2024
https://cdn.gramedia.com/uploads/picture_meta/2024/1/28/bfenfrhizmwxkx6di6emhi.jpg

Seperti bukan membaca cerita fiksi
Lebih tepatnya serasa membaca thread di twitter, kecuali dibagian ending.

 
Sebenarnya ini adalah novel pertama dari Tere Liye yang saya (Ridho) baca secara utuh dan selesai. Kalau Bu Dhila sudah banyak baca novel Tere Liye dari jaman sekolah katanya, jadi semua buku Tere Liye di rak kami adalah Bu Dhila yang beli, kecuali Teruslah Bodoh Jangan Pintar ini.

 
Jujur saya beli buku ini FOMO dari postingan seleb di Twitter dan teman-teman di instagram utamanya ketika Pemilu di Februari 2024 yang lalu. Kata mereka novel ini sangat bagus dan mencerminkan realita yang terjadi di tengah bangsa kita saat ini. Setelah membaca novel ini, saya setuju juga.

 
Menurut saya, Judul dan isi cerita Novel ini sebenarnya tidak terlalu menggambarkan apa yang diceritakan di sepanjang 371 halaman ini. Tapi dengan logika analitik tidak terlalu tinggi pun, kita sudah dapat memahami kausalitas di antara keduanya. 

 
Sepertinya yang saya sampaikan sebelumnya, secara alur cerita, novel ini sangat realistis. Saking realistisnya, peristiwa "sidang untuk menentukan apakah izin tambang tsb lanjut atau tidak", menurut saya menjadi logis, walaupun cenderung utopis untuk dilakukan oleh penyelenggara negara saat ini. Penokohan pun terlihat familiar. Saya juga suka bagaimana kita diizinkan untuk berkhayal di bagian bumi manakah tempat tambang itu terjadi. 

 
Karena membaca tidak dalam satu binggo waktu, saya mengalami kendala mengingat alur penceritaan yang digunakan. Tapi seingat saya, lini masa waktu yang digunakan maju-mundur-maju-mundur sesuai kebutuhan penjelasan tokoh yang digunakan. Mungkin akan sedikit membuat teman-teman kewalahan. Jadi saya sarankan, jika telah mulai membaca novel ini, segera selesaikan. 

 
Plot twist di bagian penutup dengan ujung menggantung menurut saya adalah hal terbaik yang diberikan Tere Liye di buku Teruslah Bodoh Jangan Pintar ini. Saya sama sekali tidak menyangka dengan bagian penutup ini. Dan cuma di bagian ini saya merasakan fiksinya. 

 
Sebagai orang melayu dan penikmat karya penulis melayu seperti A Fuadi dan Andrea Hirata bahkan JS Khairen, pemilihan kata-kata oleh Tere Liye di buku ini memiliki rasa kesastraan yang jauh dibawah ketiga penulis tadi. Bahkan seperti tertera di paragraph awal, saya serasa membaca thread twitter.

 
Sepertinya saya belum akan membaca novel Tere Liye lainnya milik Bu Dhila dalam waktu dekat ini. Bukan karena gak suka sih, karena masih banyak PR buku yang belum dibaca hehehe.

 
PS:
Karena ini adalah reviu buku Tere Liye pertama di blog dhilaridho.id ini, saya ingin mendeklarasikan bahwa saya adalah kaum yang percaya bahwa Tere Liye itu nama pena bukan untuk satu orang saja. hehehe.
View all my reviews

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.